Friday, March 29, 2013

yasinan..?


Salah seorang kawan kami mengirimkan sebuah email. Dia mengisahkan perihal Khutbah Jum'at yang disimaknya. Sungguh bingik (iri) kami membacanya. Alangkah beruntungnya ia, sebab kami sudah lama pula menanti-nanti hal yang serupa. Silahkan engku dan encik sekalian simak.
Gambar Ilustrasi: Internet
Gambar Ilustrasi: Internet
Sangat jarang sekali kami menemukan seorang ustadz yang memberikan Khutbah Jum’at yang berisi. Sebab yang biasa berlaku tatkala Khutbah Jum’at berlangsung ialah para jama’ah tertidur ataupun termenung. Jum’at beberapa hari yang lalu ialah salah satu dari beberapa Jum’at berarti yang kami lalui. Beruntung sekali kami mendapat seorang pengkhutbah yang benar-benar memberikan tambahan ilmu bagi kami dan para jama’ah lainnya. Tidak hanya kami yang berpendapat demikian, akan tetapi beberapa orang kawan juga berpendapat demikian.

Isi khutbah ialah perihal yasinan, sebuah kebiasaan yang berlaku di kebanyakan negeri di republik ini. Kami sendiri merasa aneh dengan yasinan ini karena apabila ada orang yang meninggal di kampung maka pada malamnya para jama’ah di surau akan beramai-ramai datang menjenguk untuk membaca Surah Yasin. Kami merasa ada yang aneh, ada yang salah dengan hal ini.

Maka ustadz yang berkhotbah pada Jum’at inipun memberikan penjelasan mengenai keadaan yang berlaku dalam masyarakat kita. Dimana yasinan seperti yang selama ini difahami oleh orang-orang ialah keliru, telah khilaf mereka. Hanya dengan membaca Surah Yasin secara bersama-sama dengan tanpa memperhatikan makhraj hurufnya serta tidak memahami arti dan maknya ialah sia-sia belaka. Telah banyak cemoohan yang kami dengar dari orang-orang munafik dan fasik “Untuk apa dibaca Al Qur’an itu?! Dibaca pula dengan berirama?! Padahal kita sendiri tidak memahami arti dan mendalami maknanya. Dan perilaku pembacanyapun tidak sesuai dengan ajaran Al Qur’an yang dibacanya..!”

Begitulah kira-kira, memang benar pendapat demikian, terlepas dari mulut siapa pernyataan tersebut keluar. Bukankah Saydina Ali pernah berpendapat “Jangan lihat siapa yang memberikan pendapat, tapi lihatlah pendapat tersebut. Apabila ada kebenaran di dalamnya, maka ikutilah..”

Ustadz ini membagikan kepada kami sebuah kisah perihal seorang ulama yang berdakwah sambil menjadi guru pada salah satu sekolah Muhammadiyah di Palembang. Saat itu banyak sekali kabar-kabar dusta yang beredar perihal Muhammadiyah di masyarakat. Sehingga banyak yang benci dan menjauhi orang-orang Muhammadiyah.

Nama ustadz tersebut ialah AR.Fachruddin, mengajar di sebuah daerah yang bernama Ulak Paceh.[1] Jarak antara rumah dan sekolah tempat dia mengajar ialah tidak berdekatan. Apabila hendak pergi mengajar maka beliau lebih memilih untuk berjalan kaki. Dalam setiap perjalanan menuju sekolah, beliau selalu lalu di hadapan sebuah rumah kepunyaan seorang ulama besar di kampung tersebut, beliau biasa disebut dengan panggilan “Engku Guru”.

Setiap kali lalu di hadapan rumah Engku Guru dan apabila bersua dengan Engku Guru tersebut, AR Fachruddin selalu menyapa beliau dengan salam. Namun anehnya, salam beliau terkadang tak dijawab, kalaupun dijawab yang terdengar hanyalah sepata-sepatah, seperti “Kum..” atau “Lam..”. Namun ustadz mudah ini rupanya sangat lapang hatinya, berlainan dengan kami. Walau tak diacuhkan, beliau selalu menyapa sang Engku Guru.

Lama-lama akhirnya hati Engku Gurupun luluh jua, pada suatu ketika salam dari ustadz muda ini dijawab dengan sempurna. Alangkah girangnya hati si ustadz muda, karena kesenangan hati maka didatanginyah Engku Guru ini sambil menjabat tangan beliau. Merekapun akhirnya bercakap-cakap panjang lebar dan akhirnya pertanyaan Engku Guru yang selama ini telah ditahannya akhirnya keluar juga “Apa Guru Muda ini orang Muhammadiyah..?”

“Benar engku, saya ini orang Muhammadiyah, dahulu saya ini belajar di Darul Ulum Muhammadiyah Jogja” jawab AR Fachruddin.

Engku Guru inipun terpana, tak menyangka dia kalau pertanyaannya akan dijawab dengan jujur dan ringan oleh si ustadz muda. Maka karena masih belum percaya ditanyalah kembali dengan lebih tegas “Jadi guru muda ini benar-benar orang Muhammadiyah..?”