Pada
malapetaka yang menimpa Wawah tahun 1999 yang silam, mencuatkan dua
nama yakni Pendeta Yanwardi Koto dan Pendeta Willy Amrull. Keduanya
secara keturunan ialah Minangkabau namun mereka telah murtad menjadi
seorang Kristen. Yanwardi berasal dari Lubuak Basuang Kabupaten Agam
sedang Willy berasal dari Maninjau di Kabupaten Agam. Menarik mengenai
Pendeta Willy[1] ini, dia merupakan adik satu ayah dari Buya HAMKA.
Menurut beberapa sumber, telah lebih 30 orang pendeta Kristen berasal dari Bekas Minangakabu,[2] telah pula banyak orang Minangkabau yang keluar dari Islam.[3]
Dalam melancarkan misi mereka semakin berani, seperti terang-terangan
mendatangi seorang Minangkabau dengan maksud mengajaknya untuk pindah
agama.
Namun yang paling berbahaya ialah mereka sengaja memakai
simbol-simbol Minangkabau dalam melancarkan aksi mereka. Seperti
arsitektur rumah bagonjong, marawa, pakaian adat minang (laki-laki mapun
perempuan), bahasa, dan lain sebagainya. Kemudian langkah mereka ini
didukung dan dilindungi oleh kaum LIBERAL Minangkabau. Kaum Liberal
melindungi mereka dengan menyerang Logika berfikir kita "Apakah antara
adat & islam itu sama? Apakah bahasa Minang itu ialah bahasa yang
boleh dipakai oleh orang Minang Islam saja? Cina di Pondok banyak bahkan
lebih fasih berbahasa Minang dibanding kan orang Minang sekarang?
Ada
Juga SEPILIS yang memakai "Lagu Lama", mengangkat isu Mayoritas VS
Minoritas. begini katanya " Yg sekian persen (saketek non-islam) ketika
kini mereka menyatakan dirinya non-islam, lalu kok mayoritas
mengeluarkan dia dari Minang? bukankah ini bantuk 'man den' dari urang
Minang, mantang2 inyo mayoritas??" Islam mengajarkan manjago kerukunan,
bukan kekacauan apolai dalam bantuak man den tahado urang lemah..."
Hm..
tertawa terpingkal-pingkal kami mendengarnya. Tahulah kami kalau
SEPILIS yang satu ini sangatlah radikal. Mengatakan orang berjanggut
saja yang Fanatik dan Radikal.
Engku dan encik sekalian, banyak
orang sekarang yang kurang ajar tak baraso. Ketika datang ke kampung
orang "ka gadang-gadangan". Adat-resam dalam kampung tersebut tak
hendak mereka hormati dan hargai. Mereka kata kalau orang kampung
tersebut terlalu kolot, sekarang zaman kemajuan, segala adat-resam yang
berlaku dalam masyarakat mereka itu menghambat kemajuan karena tidak
efektif dan efisien. Sebab banyak membuang waktu, zaman sekarang orang
sangatlah sibuk. Payah mencari waktu luang pada masa sekarang, jadi
segala adat-resam tersebut mesti di tukar.
Lalu
orang kampung marah, mengusir Sumando Kacang Miang tersebut dari
kampung mereka. Kamanakan merekapun dituntut untuk menceraikan suaminya
atau pergi menghilang dari kampung. Tak boleh balik lagi ke kampung,
sebab hati orang sekampung sangatlah tersinggung dengan perkataan dan
sikap Congkak-Sombong dari Sumando yang katanya INtTELEK tersebut. Kata
orang "Tamatan Universitas Negeri Ternama di Pulau Jawa.."
Lalu
kemudian si Sumando marah dan menuntut orang kampung karena telah
melanggar hak-haknya sebagai warga negara. Sebagai warga negara dia
berhak berada dimana saja di wilayah hukum NKRI ini. Ini ialah hak dan
kebebasan ia sebagai warga negara. Dia juga menggunakan dalil-dalil
agama "Inikan bumi Allah, sebagai seorang muslim saya berhak berada
dimana saja di bumi Allah ini..!!"
Karena orang kampung ini lemah,
tak kenal dengan pejabat dan "urang bagak" maka terpaksa dibiarkan saja
Sumando Kacang Miang ini Marajolelo di dalam kampung. Coba katakan
kepada kami duhai engku dan encik sekalian, beginikah yang engku dan
encik kehendaki nantinya menimpa Alam Minangkabau ini.
Kita mesti
hormat dan toleran kepada orang lain, namun orang lain tak mesti hormat
dan toleran kepada kita. Maju Kena-Mundur Kena. Bercakap salah-diampun
salah. Dipukul salah-balik memukulpun salah. Kita bercakap tak
didengarkan-orang bercakap kita mesti dengar.
Katakan engku dan
encik sekalian, hukum siapakah itu? Hukum darimanakah itu? Pantaskah
orang yang menganut pendirian serupa ini kita sambut sebagai dunsanak,
dihargai sebagai kawan, atau dimuliakan sebagai tamu. Intelektual atau
BINGAkah Urang Awak itu namanya.
Metode lain yang mereka gunakan
ialah melalui jalan perkawinan dan pacaran. Metode ini hampir merata
dipakai oleh para Kristen Radikal ini. berpura-pura masuk Islam,
kemudian selepas punya anak kembali ke Kristen. Kalau pasangan tak
hendak maka anak-anak akan diambil. Atau menghamili perempuan Minang,
kalau hendak dipertanggung-jawabkan maka harus mengikuti agama Lelaki
jahanam itu.
Kemudian ada pula dengan cara meracuni fikiran orang Minangkabau dengan Mazhab SEPILIS[4].
Dimana kebebasan individu dijunjung tinggi, agama ialah urusan pribadi
dan tak boleh dicampuri oleh orang lain. Agama juga tak boleh
dicampur-baurkan dengan urusan duniawi seperti politik, ekonomi, sosial,
dan budaya. Harus saling menghargai perbedaan, apapun pilihan yang
diambil seseorang ialah hak asali yang ada padanya. Dan terakhir, perubahan
ialah sesuatu yang pasti untuk mencapai kemajuan. Barang siapa yang tak
hendak menerima perubahan maka ia akan tersuruk dalam ke bodohan.
Sungguh
suatu untaian pendapat yang sangat manis memabukkan. Namun satu hal
yang engku dan encik lupa, bahwa segala yang mereka sampaikan tersebut
merupakan konsep tiruan dari Masyarakat Barat. Konsep tersebut lahir
dibarat sebagai pemberontakan terhadap pengaruh agama terhadap negara
atau kehidupan masyarakat disana. Terlepas dari pendapat yang beredar
bahwa agama Kristen di Eropa semasa dahulu itu merupakan penyebab
keterbelakangan. Kalau memang iya maka seharusnya kita tak boleh
menganut agama ini. Sebab kita dapat saja bertambah bodoh.
Namun
keadaan yang berlainan berlaku di Minangkabau dan dunia Islam. Sebagai
agama, islam justeru membawa perubahan ke arah kemajuan. Namun hal
tersebut tidak pernah disebut dan sengaja ditimbun dengan berbagai
kebohongan agar setiap orang Islam menjadi jauh dari agama mereka.
Bagaimana
cara mereka menimbunyya? Salah satunya ialah dengan mengatakan bahwa
Islam dan Adat itu bertentangan. Sangat banyak orang-orang fasik pada
masa sekarang yang mengatas-namakan Islam berteriak keras dan kasar
“Adat Minangkabau Kafir, bertentangan dengan Syari’at..!!”
Bagi
orang Minangkabau yang singkat akalnya akan langsung terpancing dan
membalas. Akibatnya lama-lama akan timbul kebencian terhadap agama
sendiri. Seperti salah satu penyebab orang Minang itu keluar dari Islam
ialah karena berasal dari keluarga yang kuat pemahan agama Islamnya
namun karena terlalu kaku dan keras (bodoh) keluarganya dalam beragama
menyebabkan ia trauma dan benci terhadap Islam itu sendiri. Maka
berangkat dari kebencian itulah ia memutuskan untuk murtad dan kafir.
Banyak
orang Minangkabau yang dibutakan merasa kagum dengan usaha sebagian
kecil orang-orang munafik ini. berteriak-teriak perihal pertentangan
Islam dengan Adat. Memihak ke salah satu fihak, apakah itu Fihak Adat
ataupun Agama. Akibatnya semakin membuka jalan untuk masuknya misi
Kristen.
Telah bersusah payah para tuanku dan inyiak-inyiak kita
mengusahakan Perpaduan Islam dengan Adat di Alam Minangkabau ini. Maka
dari itu muncullah pepatah adat “ADAT BASANDI SYARAK-SYARAK BASANDI
KITABULLAH..”
Maknanya ialah bahwa Minangkabau itu ialah Islam.
Di Minangakabu Adat itu ialah Islam. Engku mencemooh kami “Kalau
demikian kenapa banyak perkara yang tak ada dalam syari’at tapi ada
dalam adat engku..?!”
Biarlah kami jawab “Syarak bertilanjang,
Adat basisampiang..” maksudnya ialah bahwa segala yang diperintahi oleh
syari’at itu dibungkus oleh adat dengan baso-basi. Kata syarak itu
keras, adat memperhalus sesuai dengan budi-bahasa orang Minangkabau di
Alam Melayu ini.
Berhati-hatilah engku dan encik sekalian, musuh
mengintai kita dari segala penjuru pada masa sekarang. sungguh sangat
mengherankan begitu banyak karya seni yang mengatas-namakan kepada
Minangkabau pada masa sekarang (Filem, tari, Musik, dll) namun jauh dari
nilai-nilai Islam. Agama kita dihujat-Adat kita dilecehkan..
[2]
Kami gunakan kata “bekas” karena apabila seorang Minangkabau telah
keluar dari islam maka dirinya tak lagi patut mengaku sebagai orang
Minangkabau. Dirinya telah dibuang sepanjang adat. Hal ini karena
Minangkabau bukanlah sekedar keturunan (geneologis) melainkan juga “gaya
hidup”. Telah banyak orang Minangkabau sekarang yang berkelakuan tak
berseuaian dengan adat dan syarak. Namun karena masih menyatakan memeluk
Islam mereka belum dapat dikatakan sebagai “bekas” atau “mantan” orang
Minangkabau.
[4] Sekularis, Pluralis, Liberalis
No comments:
Post a Comment